Hingga saat ini mendekati natal dan tahun baru 2022, belum ada obat yang dinilai efektif untuk menekan angka kematian pasien COVID-19 selain vaksin. Berbagai pengujian telah dilakukan terhadap antibiotik, antivirus maupun anti-malaria. Diantara hasil uji yang telah ada, muncul Remdesivir yang berpeluang menjadi salah satu obat yang menjanjikan untuk pengobatan pasien COVID-19. Apakah benar Remdesivir obat COVID-19 yang selama ini kita nantikan? Yuk, cek faktanya sowbat!
Dilansir dari The Guardian, US Government’s top infectious disease expert, Dr. Anthony Fauci, menyatakan bahwa hasil uji klinis Remdesivir secara signifikan mampu mempersingkat waktu penyembuhan pasien. Sebuah jurnal medis bergengsi, The Lancet juga merilis hasil pengujian remdesivir tetapi tidak menunjukan percepatan penyembuhan dan penurunan angka kematian dibandingkan dengan pasien yang hanya diberi plasebo. Namun, The Lancet menyebutkan bahwa pasien yang mengonsumsi remdesivir mengalami penurunan gejala klinis, sehingga perlu dilakukan studi lanjutan dengan peningkatan dosis atau kombinasi dengan antivirus lainnya.
Apa Itu Remdesivir?
Remdesivir merupakan prodrug antivirus berspektrum luas yang sebenarnya belum disetujui untuk berbagai penggunaan. Dengan kata lain obat ini masih dalam tahap uji coba agar dapat digunakan sesuai dengan klaimnya. Namun, menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan, Remdesivir menunjukkan aktivitas in vitro dan in vivo di hewan percobaan terhadap infeksi virus pathogen MERS dan SARS, dimana kedua penyakit ini juga disebabkan oleh Coronavirus yang secara struktur serupa dengan COVID-19.
Baca juga: Begini Cara Baca Aturan Minum Obat yang Tepat!
Bagaimana Mekanisme Kerja Remdesivir?
Novel Coronavirus memiliki 4 struktur protein, dan salah satu diantaranya disebut sebagai spike protein. Struktur protein ini berfungsi sebagai perantara virus masuk ke dalam sel inang manusia. Setelah virus berada di dalam sel inang, Coronavirus berkembangbiak dengan menyalin materi genetik mereka menggunakan enzim yang disebut RNA (dependent RNA polymerase). Coronavirus yang baru terbentuk tersebut kemudian dilepaskan dari sel inang dan menginfeksi sel lainnya.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Remdesivir merupakan prodrug. Artinya obat ini bersifat inaktif saat diinjeksikan, dan akan menjadi aktif setelah proses metabolisme oleh sel inang ke dalam bentuk zat aktifnya yaitu Remdesivir Trifosfat. Remdesivir Trifosfat inilah yang menggantikan Adenosin Trifosfat sebagai materi genetik yang disalin dalam proses replikasi virus, sehingga dapat mencegah Coronavirus berkembangbiak dan menginfeksi sel lainnya. Meskipun dalam penjelasannya Remdesivir dapat mencegah virus covid berkembangbiak, tetapi belum menunjukkan bahwa remdesivir merupakan satu-satunya obat yang tepat untuk mengobati pasien COVID-19.
Efektivitas Remdesivir dalam Pengobatan Pasien COVID-19
Gilead Science, perusahaan biofarmasetik produsen Remdesivir yang berbasis di US telah melaksanakan uji klinis sampai pada fase 3. Trial yang pertama dilakukan terhadap hampir 6.000 pasien gejala klinis berat dengan dosis pemberian remdesivir 200 mg di hari pertama, kemudian dilanjutkan dengan 100 mg setiap hari hingga hari ke-5 atau hari ke-10. Hasil dari trial ini menunjukkan bahwa 50% pasien dengan pemberian Remdesivir selama 5 hari mengalami perbaikan gejala klinis di hari ke- 10. Sedangkan, pasien dengan pemberian Remdesivir selama 10 hari menunjukan perbaikan gejala klinis di hari ke- 11. Sementara itu, pasien yang hanya diberi plasebo baru mengalami perbaikan gejala klinis di hari ke-15. Berdasarkan hasil trial tersebut, studi dilanjutkan dengan evaluasi keamanan dan efikasi pada pasien dengan gejala ringan hingga sedang kepada 600 pasien.
Umumnya, waktu yang dibutuhkan untuk beralih ke fase 4, berkisar dari 1 sampai 4 tahun. Persentase obat yang lulus ke tahap berikutnya pun sangat ketat, hanya sekitar 25 hingga 30 persen. Berdasarkan peraturan uji klinis tersebut, dapat dinilai bahwa sebenarnya masih terlalu dini untuk menyatakan remdesivir sebagai obat baru yang dapat mengobati COVID-19. Namun, dengan pemulihan yang lebih cepat terutama bagi pasien dengan gejala klinis berat, tentunya kelak akan sangat membantu tenaga kesehatan dan juga pasien itu sendiri. Kita tunggu saja sowbat, semoga hasil uji Remdesivir bisa dilanjutkan hingga uji klinis fase 4 dan memberikan hasil yang baik.
Meskipun kasus COVID-19 sudah mengalami penurunan di sebagian besar rumah sakit di Jakarta, begitu pula dengan jumlah pasien rawat dan korban meninggal akibat COVID-19 pada November 2021 ini, tetapi bukan berarti virus COVID-19 sudah hilang ya, Sowbat! Jangan lupa untuk selalu patuhi protokol kesehatan 3M (mencuci tangan dengan sabun, menggunakan masker, dan menjaga jarak serta menghindari kerumunan) dan menerapkan pola hidup sehat. Sehat ya, Sowbat!
Baca juga: Seberapa Besar Risiko Penderita Tuberkulosis Terinfeksi COVID-19?
Penulis: Tim Goapotik
Referensi:
Official Websites:
Science The Wire, New York Times, The Guardian, Gilead, SehatQ
Image:
Thomas Kaiser, Remdesivir in COVID-19
Journal:
Journal titled, “Remdesivir in adults with severe COVID-19: a randomized, double-blind, placebo-controlled, multicentre trial” by MD. Yemin Wang., et al. Published by The Lancet (vol.395, p.1569-1578), on 2020.